TEORI SIGMUND FREUD
Oleh : Laila Izzatur Rohmah
1. Biografi Sigmund Freud
Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud
lahir di Moravia, 6 mei 1856 dan meninggal di London, 23 september 1939 berasal
dari keluarga Yahudi. Mempunyai seorang isteri bernama Martha Barneys dan
mempunyai 6 orang anak, seorang putrinya, Anna Freud menjadi penganut
freudinamisme.
Sigmund Freud masuk Fakultas
Kedokteran Universitas Wina pada tahun 1873-1881, spesialisasi
dokter ahli syaraf dan penyakit jiwa (psikiatri). Pada tahun 1894 Freud belajar
terapi histeri pada Jean Caharcot di Paris. Tahun 1895 ia kembali ke Wina
bekerja sama dengan Dr. Joseph Breuer, dengan metode asosiasi bebas. Tahun 1895
Freud bersama Breuer menulis tentang kasus-kasus histeri. Tahun 1902 ia
membentuk kelompok psikologi di Wina. Tahun 1908 Freud diundang oleh George
Stanley Hall ke USA dan memberi ceramah-ceramah pada pertemuan-pertemuan Dies Natalis
Universitas Clark. Freud menjadi terkenal di seluruh dunia. Tahun 1909 Freud
digabungi oleh Alfred Adler dan Carl Gustav Jung. Tahun 1923 Freud kena
penyakit kanker rahang dan pernah dioperasi sampai 30 kali. Tahun 1928 Nazi
berkuasa di Austria, Freud menyingkir ke Inggris dan meninggal dunia di London
1939.
2. Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund
Freud
Sumbangan Freud dalam teori
psikologi kepribadian substansial sekaligus di antara teori kepribadian
substansial sekaligus kontroversial. Teori Psikoanalisis menjadi teori yang
paling komprehensif di antara teori kepribadian lainnya, namun juga mendapat
tanggapan yang banyak baik tanggapan positif maupun negatif. Peran penting dari
ketidaksadaran beserta insting-insting seks dan agresi yang ada di dalamnya
dalam pengaturan tingkah laku, menjadi karya/temuan monumental Freud.
Sistematik yang dipakai Freud dalam mendiskripsi kepribadian menjadi tiga pokok
yaitu : struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan
kepribadian.
3. Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan
jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar, prasadar, dan tak sadar.
Pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id,
ego dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama tetapi melengkapi/menyempurnakan
gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya.
3.1.
Tingkat Kehidupan Mental
1. Sadar
(Conscious)
Tingkat kesadaran
yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud hanya
sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan, dan
ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness).
2. Prasadar
(Preconscious)
Prasadar disebut
juga ingatan siap (available memory),
yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar.
Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak
lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar.
3. Taksadar
(Unconscious)
Taksadar
adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud
merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan
bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan
empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari
lahir, dan pengalam-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang
ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.
3.2.
Wilayah Pikiran
1. Id (Das Es)
Id adalah sistem
kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego
dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan,
seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak
sadar, mewakili subjektivitas yang tidak pernah sisadari sepanjang usia. Id
berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang
digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari
perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi
psikis, sehingga komponen utama kepribadian.
Id
didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari
semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas
langsung, hasilnya adalah kecemasan atau ketegangan.
Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus
menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal
dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi
lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu
realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip
kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan
dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam
ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id
mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan
melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang
diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha
memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit.Plesure principle diproses dengan dua cara :
a.
Tindak Refleks (Refleks Actions)
Adalah reaksi
otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata dipakai untuk
menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan.
b.
Proses Primer (Primery Process)
Adalah reaksi
membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan
tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar
membayangkan makanan atau puting ibunya.
Id hanya mampu
membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang
benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan
benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id
memunculkan ego.
2. Ego (Das Ich)
Ego berkembang dari
id agar orang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip
realita (reality principle) usaha
memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru
atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan
kebutuhan.
Ego adalah
eksekutif atau pelaksana dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama ;
pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang
akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan
bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang
resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego
yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
3.
Superego (Das Ueber Ich)
Superego adalah
kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip
idealistik (edialistic principle)
sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego. Superego
berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak punya sumber energinya sendiri.
Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu hal penting – superego tak
punya kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan kesempurnaan pun
menjadi tidak realistis.
Prinsip idealistik
mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience)
dan ego ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara jelas tetapi secara
umum, suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas
perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya
tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan
imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang
sebaiknya dilakukan.
Superego bersifat
nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego,
baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Ada tiga fungsi superego ;
(1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan
moralistik, (2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan agresif yang
bertentangan dengan standar nilai masyarakat, (3) mengejar kesempurnaan.
4. Dinamika Kepribadian
Tingkat kehidupan mental
dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi kepribadian. Sehingga,
Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional untuk menerangkan
kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Bagi Freud, manusia
termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan.
Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan
dasar yang mereka miliki.
4.1. Insting Sebagai Energi Psikis
Insting adalah perwujudan
psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan misalnya insting lapar
berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai kekurangan nutrisi, dan
secara psikologis dalam bentuk keinginan makan. Hasrat, atau motivasi, atau
dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan
enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan enerji yang
tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian. Enerji insting dapat dijelaskan
dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong (impetus)
yang dimilikinya :
1.
Sumber
insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan.
Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi
misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar.
2.
Tujuan
insting : adalah menghilangakan rangsangan
kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang
disebabkan oleh meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting
lapar (makan) ialah menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan cara makan.
3.
Obyek
insting : adalah segala aktivitas yang menjadi
perantara keinginan dan terpenuhinya keinginan itu. Jadi tidak hanya terbatas
pada bendanya saja, tetapi termasuk pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang
timbul karena isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya makanan,
tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan
itu.
4.
Pendorong
atau penggerak insting : adalah kekuatan insting
itu, yang tergantung kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya,
makin lapar orang (sampai batas tertentu) penggerak insting makannya makin
besar.
4.2. Jenis-Jenis Insting
1.
Insting Hidup (Life
Instinct)
Insting hidup disebut juga Eros adalah
dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar,haus dan seks.
Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu disebut “libido”. Walaupun
Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting hidup, namun dalam
kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting seksual (terutama pada
masa-masa permulaan,sampai kira-kira tahun 1920). Dalam pada itu sebenarnya
insting seksual bukanlah hanya untuk satu insting saja, melainkan sekumpulan
insting-insting, karena ada bermacam-macam kebutuhan jasmaniah yang menimbulkan
keinginan-keinginan erotis.
2.
Insting Mati (Death
Instinct)
Insting mati disebut juga insting-insting
merusak (destruktif). Insting ini berfungsinya kurang jelas jika dibandingkan
dengan insting hidup, karenanya tidak begitu dikenal. Akan tetapi adalah suatu
kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu pada akhirnya akan
mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua hidup
adalah mati” (1920). Suatu derivatif insting mati yang terpenting adalah
dorongan agresif. Sifat agresif adalah pengrusakan diri yang diubah dengan
obyek subtitusi.
Insting hidup dan insting mati dapat saling
bercampur, saling menetralkan. Makan misalnya merupakan campuran dorongan makan
dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan dengan menggigit, menguyah dan
menelan makanan.
4.3. Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari
hampir semua teori kepribadian. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang
menjadi bagian kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen
dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan
individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman
ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau
takut. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego karena
memberi sinyal ada bahaya di depan mata.
Kecemasan akan timbul
manakala orang tidak siap menghadapi ancaman. Hanya ego yang bisa memproduksi
atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego, maupun dunia luar
terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan: realistis, neurotis dan
moral. Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis,
sedangkan ketergantungan ego pada superego memunculkan kecemasan moral, dan
ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan kecemasan realistis.
1.
Kecemasan
Realistis (Realistic
Anxiety)
Adalah
takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi asal
muasal timbulnya kecemasan neurotis dan kecemasan moral.
2.
Kecemasan
Neurotis (Neurotic
Anxiety)
Adalah
ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau figur
penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang
diyakininya bakal menuai hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang
tua belum tentu mengetahui pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya orang
tua mengetahui juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan figur
pemberi hukuman dalam kecemasan neurotis bersifat khayalan.
3.
Kecemasan
Moral (Moral
Anxiety)
Adalah
kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul ketika orang melanggar standar nilai
orang tua. Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak mirip, tetapi memiliki
perbedaan prinsip yakni : tingkat kontrol ego pada kecemasan moral orang tetap
rasional dalam memikirkan masalahnya sedang pada kecemasan neurotis orang dalam
keadaan distres – terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas.
4.4. Mekanisme Pertahanan Ego
Freud mengartikan mekanisme
pertahanan ego (ego defense mechanism)
sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari
dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan
tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Menurut Freud mekanisme
pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak macamnya, adapun
mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada tujuh macam,
yaitu :
1)
Identifikasi
(Identification)
Cara mereduksi tegangan dengan meniru
(mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap lebih
berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Diri orang lain diidentifikasi
tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu mencapai tujuan diri.
Terkadang sukar menentukan sifat mana yang membuat tokoh itu sukses sehingga
orang harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum menemukan mana yang
ternyata membantu meredakan tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang positif
disebut Introyeksi.
Mekanisme pertahanan
identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan, yaitu :
a.
Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu
(obyek) yang telah hilang.
b.
Untuk mengatasi rasa takut.
c. Melalui
identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan khayalan mental
dengan kenyataan.
2)
Pemindahan/Reaksi
Kompromi (Displacement/Reactions
Compromise)
Manakala obyek kateksis asli yang dipilih
oleh insting tidak dapt dicapai karena ada rintangan dari luar (sosial, alami)
atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres kembali ke ketidaksadaran
atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan enerji dari obyek
satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat mereduksi tegangan.
Proses mengganti obyek kateksis untuk
meredakan ketegangan, adalah kompromi antara tuntutan insting id dengan
realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi. Ada tiga macam reaksi
kompromi, yaitu :
a. Sublimasi
adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi, diterima
masyarakat sebagai kultural kreatif.
b. Subtitusi
adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih mirip
dengan kepuasan aslinya.
c.
Kompensasi
adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal memuaskan
insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain.
3)
Represi
(Repression)
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala
sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan
keluar dari kesadaran.
4)
Fiksasi
dan Regresi (Fixation
and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan
normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat
sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang
memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap perkembangan tertentu dan menolak
untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu.
Frustasi, kecemasa dan pengalaman traumatik
yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat berakibat orang
regresi : mundur ke tahap perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas
disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti
terus bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang menimbulkan
kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang puas berada ditahap
perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi yang gagal
membuat orang menarik diri atau regresi
5)
Proyeksi
(Projection)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan
neurotis atau moral menjadi kecemasan realistis, dengan cara melemparkan
impuls-impuls internal yang mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga
seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu
sendiri.
6)
Introyeksi
(Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana
seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke dalam egonya sendiri.
Misalnya, seorang anak yang meniru gaya tingkahlaku bintang film menjadi
introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan harga diri dan menekan
perasaan rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga dengan dirinya
sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait
dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi
atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.
7)
Pembentukan
Reaksi (Reaction
Formation)
Tindakan defensif dengan cara mengganti
impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan impuls atau perasaan
lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa
bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul masalah bagaimana
membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi
: bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi. Biasanya reaksi
formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif
5.
Perkembangan Kepribadian
Freud membagi perkembangan
kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten
(5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang paling
menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yakni fase
oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama
oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual
infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks, dan
perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat
kepuasan seksual (erogenus zone)
1.
Fase
Oral (Usia
0 – 1 tahun)
Fase oral adalah fase perkembangan
yang berlangsung pada tahun pertama dari kehidupan individu. Pada fase ini,
daerah erogen yang paling penting dan peka adalah mulut, yakni berkaitan dengan
pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau air. Stimulasi atau perangsangan
atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang menimbulkan
kesenangan atau kepuasan.
2.
Fase
Anal (Usia
1 – 2/3 tahun)
Fase ini dimulai dari tahun
kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini, fokus dari energi
libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau kepuasan
diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah
anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya
melalui toilet training, yakni
latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang
kotorannya.
3.
Fase
Falis (Usia
2/3 – 5/6 tahun)
Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun
keempat atau kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya dialihkan
dari daerah dubur ke daerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik
kepada alat kelaminnya sendiri, dan mempermainkannya dengan maksud memperoleh
kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat
yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang
mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan
terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus
complex, yang diikuti fenomena castration
anxiety (pada laki-laki) dan penis envy
(pada perempuan). Oedipus complex
adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta
permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya
(ingin memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan menyingkirkan ayahnya,
sebaliknya anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan ibunya.
4.
Fase
Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)
Fase ini pada usia 5 atau 6
tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan impuls seksual. Menurut
Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya daerah erogen baru
yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih sebagai
fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase
ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido
dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang intelektual, atletik,
keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih
mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan dengan masa sebelum
dan sesudahnya (masa pubertas).
5.
Fase
Genital
Fase ini dimulai dengan
perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi
hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara,
rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual primer. Pada fase ini
kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan dari
perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya
karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase
ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti : berpartisipasi
dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan
keluarga.
6. Contoh
Kasus Psikoanalisis di Kehidupan sehari- hari
6.1.
Jika
dilihat dari system ID
Contoh : Ira seorang perempuan berumur 8
tahun masih duduk di kelas 3 SD, jika sedang dirumah dia selalu ingin membeli
jajanan di luar rumah seperti baso, es cendol, balon dan lainnya. Karena Ira
gendut dan mudah sakit maka oleh ibu Ira dibatasi jajanannya. Tetapi namanya
juga anak kecil pasti jika ada sesuatu yang diinginkannya pasti akan berusaha
mendapatkannya apapun cara yang akan digunakan, mungkin dengan menangis atau
bahkan melempar barang karena kesal.
6.2.
Jika
dilihat dari system EGO
Contoh : Dilihat dari contoh kasus ID , kita bisa sambungkan
dengan contoh menurut ego. Ketika Ira lapar maka akan bertindak dan berfikir
bagaimana rasa lapar itu hilang dengan membeli jajanan diluar. Pemikiran Ira
untuk menghilangkan rasa laparnya itu menunjukan sikap ego karena ia bergerak
berdasarkan prinsip realitas dan menyesuaikan diri dengan realita.
6.3.
Jika
dilihat dari system SUPEREGO
Contoh : Kita sambungkan lagi dengan kasus-kasus diatas. Ibu
Ira telah mengontrol Ira dengan melarang tidak boleh membeli jajanan diluar
rumah, tetapi apabila super ego telah terbentuk, maka control dari dirinya
sendiri akan keluar dengan memaksa ibunya untuk mengijinkannya membeli jajanan
diluar rumah.
Perspektif psikoanalisis memberikan cara baru untuk
memandang beberapa contoh semua tindakan kita yang memiliki suatu penyebab.
Tetapi penyebab itu lebih sering merupakan tindakan bawah sadar kita. contohnya
jika kita masuk ke tempat yang gelap, seram dan dingin maka secara tidak
langsung alam bawah sadar kita terbentuk dengan timbulnya rasa takut dan
merinding.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwisol.
2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Suryabrata,
Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Feist,
Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori
Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Koswara,
E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
http://psikologikepribadian19.blogspot.co.id/2014/01/makalah-teori-sigmund-freud.html
https://personalitymeilindaulfah.wordpress.com/2013/12/24/kasus-psikoanalisis-di-kehidupan-sehari-hari/
http://belajarpsikologi.com/tahap-perkembangan-psikososial-menurut-sigmund-freud/